
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYAPENGADILAN AGAMA BANTAENG
A. SEJARAH SINGKAT
Menelusuri Sejarah Berdirinnya Pengadilan Agama Bantaeng, sekilas mundur ke belakang untuk mengetahui terlebih dahulu Sejarah berdirinya Bantaeng (dahulu bernama Bonthain) yang mana awalnya terbentuk komunitas onto Komunitas Onto memiliki sejarah tersendiri yang menjadi cikal bakal Bantaeng. Menurut Karaeng Imran Masualle salah satu generasi penerus dari kerajaan Bantaeng, dulunya daerah Bantaeng ini masih berupa lautan. Hanya beberapa tempat tertentu saja yang berupa daratan yaitu daerah Onto dan beberapa daerah di sekitarnya yaitu Sinoa, Bisampole, Gantarang keke, Mamapang, Katapang dan Lawi-Lawi. Masing-masing daerah ini memiliki pemimpin sendiri-sendiri yang disebut dengan Kare’. Suatu ketika para Kare yang semuanya ada tujuh orang tersebut, bermufakat untuk mengangkat satu orang yang akan memimpin mereka semua.
Sebelum mereka sepakat untuk melakukan pertapaan lebih dulu, untuk meminta petunjuk kepada Dewata (Yang Maha Kuasa) siapa kira- kira yang tepat menjadi pemimpin mereka, lokasi pertapaan yang dipilih adalah daerah Onto. Ketujuh Kare itu kemudian Bersama di tempat itu. Tempat-tempat samadi itu sekarang disimbolkan dengan Balla Tujua (tujuh rumah kecil yang beratap, berdidinding dan bertiang bambu). Pada saat mereka bersemadi, turunlah cahaya ke Kare Bisampole (Pimpinan daerah Bisampole) dan terdengar suara “Apangaseng antu Nuboya Nakadinging-dinginganna” (Apa yang engkau cari dalam cuaca dingin seperti ini).
Lalu Kare Bisampole menjelaskan maksud kedatangannya untuk mencari orang yang tepat memimpin mereka semua, agar tidak lagi
terpisah-pisah seperti sekarang ini. Lalu kembali terdengar suara:
“Ammuko mangemako rimamampang ribuangayya Risalu Cinranayya” (Besok datanglah kesatu tempat permandian yang terbuat dari bamboo). Keesokan harinya mereka mencari tempat yang dimaksud di daerah Onto.
Di tempat itu mereka menemukan seorang laki-laki sedang mandi. “Inilah kemudian yang disebut dengan To Manurunga ri Onto,” jelas Karaeng Burhanuddin salah seorang dari generasi kerajaan Bantaeng. Lalu ketujuh Kare menyampaikan tujuannya untuk mencari pemimpin, sekaligus meminta Tomanurung untuk memimpin mereka. Tomanurung menyatakan kesediaannya, tapi dengan syarat. “Eroja nuangka anjari Karaeng, tapi nakkepa anging kau leko kayu, nakke je’ne massolong ikau sampara mamanyu” (saya mau diangkat menjadi raja pemimpin kalian tapi saya ibarat angin dan kalian adalah ibarat daun, saya air yang mengalir dan kalian adalah kayu yang hanyut),”kata Tomanurung. Ketujuh Kare yang diwakili oleh Kare Bisampole pun menyahut; “Kutarimai Pakpalanu tapi kualleko pammajiki tangkualleko pakkodii, Kualleko tambara tangkualleko racung.” (Saya terima permintaanmu tapi kau hanya kuangkat jadi raja untuk mendatangkan kebaikan dan bukan untuk keburukan, juga engkau kuangkat jadi raja untuk jadi obat dan bukannya racun).
Maka jadilah Tomanurung ri Onto ini sebagai raja bagi mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala penjuru maka daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto (Gadis jelitanya Onto). Setelah itu mereka pun berangkat ke arah yang sekarang disebut gamacayya. Di satu tempat mereka bernaung di bawah pohon lalu bertanyalah Tomanurung pohon apa ini, dijawab oleh Kare Bisampole, ini pohon Taeng sambil memandang kearah enam kare yang lain. Serentak kenam kare yang lain menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat). Dari sinilah kemudian muncul kata Bantaeng dari dua kata tadi yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran Masualle. Konon karena daerah Onto ini menjadi daerah sakral dan perlindungan bagi keturunan raja Bantaeng bila mendapat masaalah yang besar, maka bagi anak keturunan kerajaan tidak boleh sembarangan memasuki daerah ini, kecuali diserang musuh atau dipakaikan dulu tanduk dari emas. Namun kini hal itu hanya cerita. Karena menurut Karaeng Burhanuddin semua itu telah berubah akibat kebijakan Pemda yang telah melakukan tata ruang terhadap daerah ini. Kini Kesakralan daerah itu hanya tinggal kenangan. Tanggal 7 (tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di Onto dan Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu: Kare Onto, Bissampole, Sinowa, Gantarangkeke, Mamampang, Katapang dan Lawi-Lawi.
Perlawanan Rakyat Bantaeng Terhadap Penjajah Belanda Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena litany yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan lumbung pasangan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal, karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran. Bulan 12 (dua belas), menunjukkan sistem Hadat 12 atau semacam DPRD sekarang yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala Kampung) sebagai anggotanya yang secara demokratis menetapkan kebijaksanaan pemerintahan bersama Karaeng Bantaeng.
Pengadilan Agama Bantaeng terletak di Jl. A Mannappiang No.1, Lamalaka, Kec. Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Pengadilan Agama Bantaeng dibentuk dengan keadaan/kondisi saat itu yang mengharuskan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di luar Jawa dan Madura, sehingga untuk melaksanakan ketentuan tersebut, di bentuklah Pengadilan Agama Bantaeng (saat itu bernama : Bonthain) berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat.
Pengadilan Agama Bantaeng merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman pada tingkat pertama bagi para pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata khusus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 tahun 2006 dan kedua diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009. Pengadilan Agama Bantaeng terletak di Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan wilayah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Agama Makassar meliputi 8 (delapan) Kecamatan di Kabupaten Bantaeng.
Pengadilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakimansebagaimana tercantum dalam pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen. Sebagai salah satu kekuasaan kehakiman Pengadilan Agama harus selalu berusaha untuk menjadi pengadilan yang menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan, adil, efektif, efesien, transparan dan akuntabel. Prinsip peradilan yang terbuka (transparan)merupakan salah satu prinsip pokok dalam dalam sistem peradilan di dunia. Keterbukaan merupakan kunci lahirnya akuntabilitas (pertanggungjawaban). Melalui keterbukaan (transparansi), hakim dan pegawai pengadilan akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
B. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN
Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Bantaeng didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariyah di luar daerah Kawa Madura yang kemudian ditindaklanjuti dengan Penetapan Menteri Agama Nomor 05 Tahun 1958 sebagai pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1957.
C. TANGGAL PEMBENTUKAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 dan Penetapan Menteri Agama Nomor 05 Tahun 1958, maka dapat ditentukan bahwa Pengadilan Agama Bantaeng dibentuk pada tanggal 6 Maret 1958, sekaligus ditetapkan sebagai hari jadi Pengadilan Agama Bantaeng.
D. SK PEMBENTUKAN
Surat Keputusan Pembentukan Pengadilan Agama Bantaeng, bisa dilihat pada tauta berikut:
SK Pembentukan PA Bantaeng Klik Disini
E. WILAYAH YURISDIKSI
Yurisdiksi Pengadilan Agama Bantaeng terdiri dari seluruh wilayah Kabupaten Bantaeng yang memiliki luas wilayah 395,83 km² atau 39.583 Ha, memiliki 8 Kecamatan dan terdiri dari 21 Kelurahan dan 46 Desa, yakni :
|
Kecamatan
Bantaeng |
-Kelurahan Karatuang
-Desa Kayu Loe
-Kelurahan Lembang
-Kelurahan Mallilingi
-Kelurahan Pallantikang
-Kelurahan Tappanjeng
-Kelurahan Lamalaka
-Kelurahan Onto
-Kelurahan Letta |
Kecamatan Bissappu |
-Kelurahan Bonto Atu
-Desa Bonto Cinde
-Desa Bonto Jai
-Kelurahan BontoJaya
-DesaBontoLangkasa
-Desa Bonto Lebang
-Desa Bonto Loe
-Kelurahan Bonto |
|
Kecamatan
Eremerasa |
-Desa Ulugalung
-Desa Barua
-Desa Kampala
-Desa Lonrong
-Desa Mamampang
-Desa Mappilawing
-Desa Pa Bentengan
-Desa Pa’bumbungan
-Desa Parangloe |
Kecamatan
Gantarangkeke |
-Desa Bajiminasa
-Kelurahan
Gantarang keke
-Desa Kaloling
-Desa Layoa
-Kelurahan Tanahloe
-Desa Tombolo |
|
Kecamatan
Tompobulu |
-Desa Balumbung
-Kelurahan Banyorang
-Desa Bonto Tappalang
-Desa Bonto-Bontoa
-Kelurahan Campaga
-Desa Ereng-Ereng
-Desa Labbo
-Kelurahan Lembang
Gantarangkeke
-Desa Pattallassang |
Kecamatan Uluere |
-Desa Bonto Daeng
-Desa Bonto Lojong
-Desa Bonto Marannu
-Desa Bonto Rannu
-Desa Bonto Tallasa
-Desa Bonto Tangnga. |


